Kamis, 18 April 2013

perjanjian linggarjati


Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 namun Belanda tetap menekan Indonesia dan ingin menancapkan kekuasaannya kembali. Ketegangan antara Indonesia dan Belanda yang semakin hebat mendorong Inggris yang merasa bertanggungjawab atas masuknya Belanda ke Indonesia, mencari jalan keluar untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Duta istimewa Inggris di Asia Tenggara, Lord Killearn, datang menghadap Presiden Soekarno di Yogyakarta tanggal 26 Agustus 1946 dan menyodorkan diri menjadi perantara dalam perundingan Indonesia-Belanda.
Sebelum Perundingan Linggarjati berlangsung pada tanggal 1 November 1946, Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Kepala Staf Letjen Urip Sumoharjo di Jakarta menandatangani gencatan senjata. Seterusnya tanggal 4 November 1946, pemerintah Belanda menyampaikan notanya kepada Staten General, bahwa Pemerintahan Republik Indonesia yang dipimpin Presiden Soekarno adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri.

Walaupun begitu, Perundingan Linggarjati berlangsung juga pada tanggal 15 November 1946. Dalam perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Sebagai penengah adalah Lord Killearn dari Inggris. Isi Perundingan Linggarjati yaitu:


1.     Pengakuan status de facto RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera oleh Belanda.
2. Pembentukan negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat (RIS).
3. Pembentukan Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala negara.
4. Pembentukan RIS dan Uni Indonesia-Belanda sebelum 1 Januari 1949
 

Wilayah RIS dalam kesepakatan tersebut mencakup daerah bekas Hindia Belanda yang terdiri atas: Republik Indonesia, Kalimantan, dan Timur Besar. Persetujuan tersebut dilaksanakan pada 15 November 1946 dan baru memperoleh ratifikasi dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 25 Februari 1947 yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Negara, Jakarta.

Hasil Perjanjian Linggarjati memiliki kelemahan dan keuntungan bagi Indonesia. Kelemahannya, bila ditinjau dari segi wilayah kekuasaan, daerah RI menjadi sempit. Tetapi bila ditinjau dari segi keuntungannya, kedudukan Indonesia di mata internasional semakin kuat karena banyak negara seperti Inggris, Amerika, dan negara-negara Arab mengakui kedaulatan negara RI. Hal ini tidak terlepas dari peran politik diplomasi Indonesia yang dilakukan oleh Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Sujatmoko, dan Dr. Sumitro Joyohadikusumo dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

0 komentar:

Posting Komentar